Jadi, akhirnya hujan juga.

Kata orang, ada dua jenis sibuk. Sibuk benar-benar sibuk, dan sibuk karena ada suatu hal yang harus dihilangkan. Entah yang mana yang aku rasain sekarang. Aku sibuk benar-benar sibuk atau ada sesuatu yang ingin aku lupakan.

Ini adalah sekitar dua jam yang lalu setelah peremuan kita. Singkat memang, namun terasa seperti selamanya. Baru aku sadar, kita bisa rindu sama orang yang baru saja kita temui. Pertemuan yang gak disengaja. Pertemuan yang membuat hati bagaikan tenggelam ditepi senja. Aku melihat dia dari balik jendela kelas. Dia sedang disana. Bersamanya. Dan itu bukan aku. Bercengkrama layaknya dua pemadu cinta. Mendung tidak segera hujan. Dekat, tapi tidak segera jadian. Dan semua berakhir dengan datangnya seorang ditengah jalan.

Akhirnya hujan turun. Masih ku perhatikan dari balik jendela. Mereka terbingkai hujan. Indah sekali. Sakit sekali. Dari dalam sini aku bisa merasakan kehangatan mereka. Dan justru membuat hatiku beku. Dingin juga. Ku perhatikan bulit-bulir air hujan yang jatuh pada kaca dihadapanku. Rupanya kita senasib. Ketika bulir itu mencoba menembus dinding kaca, namun tak bisa. Sekuat tenaga. Dan akhirnya, jatuh tak berharga. Seperti aku yang mencoba menembus dinding pertahanan hatimu, sedikit demi sedikit. Sekuar tenaga. Dan akhirnya, jatuh dan rapuh.

Sampai saat ini masih terbayang jelas bagaimana itu bisa terjadi, melihat seseorang yang paling berharga bahagia, mampukah hentikan semua itu? Karena sesungguhnya, ini bukan tentang menjadi mereka yang selalu ada ataupun memberikan segalanya. Tapi ini tentang, merelakan. Mengikhlaskan sesuatu yang tidak pernah kita miliki, tidak ada yang pernah bilang akan sesulit ini..

Dan akhirnya hujan turun membasahi dua kelopak mata dan berjatuhan disebuah pangkuan..

Kudus, 30 Oktober 2015

• Tweet
• Share
• Share
• Share
• Share