0
20:20
Hujan belum juga reda. Dari dalam kamar aku hanya mendengar dentingan air hujan yang jatuh mengenai tanah. Entah kenapa terasa berat. Hujan anugerah, memang. Harusnya aku merasa senang dan tenang. Tapi entah kenapa, sebaliknya. Justru aku merasa tegang dan bimbang. Ada suatu yang terlarang untuk dikenang.
Mengawang-awang. Mungkin itu adalah kegiatan terfavorite bagi hati yang sedang mengambang. Mengingat potongan-potongan kejadian yang terjadi. Menyusunnya hingga menjadi sesuatu yang jelas tak akan abadi. Tiba-tiba saja sesak menghampiri. Ada yang tertinggal dihati.
Kata orang:
Jika dibuat sakit hati, jangan ingat pas jahatnya, ingat saja kebaikannya dahulu.
Aku setuju dengan pernyataan itu. Ku acak kembali potongan kenangan yang tadi kususun tak karuan. Aku pasang kembali segala kebaikan yang pernah dilakukan. Segala perhatian yang membuatku merasa tak pernah berkata enggan. Segala sikap yang sekarang aku sadar bahwa itu adalah suatu gestur biasa tanpa arti. Pertanyaan retoris tiada arti. Semua hanya aku yang berusaha memahami. Dan aku mulai sadar ini waktunya berhenti. Haruskah?
Hujan sudah mulai berhenti sejak beberapa menit yang lalu. Hanya terdengar tetesan air hujan didekat jendela. Ku buka gordin warna krem itu perlahan. Terlihat ada orang berteduh didepan rumah, ada juga yang berjalan agak tergesa dengan menggenggam batang payung yang berbentuk J. Apakah mereka semua pernah patah hati? Apakah laki-laki paruh baya yang sedang duduk didepan rumahku itu pernah patah hati? Lalu, apa gadis pembawa payung dengan gagang J itu juga pernah patah hati? Pernah. Hanya itu.
Hujan turun lagi, samar-samar. Suaranya tidak seberisik tadi sore. Haruskah aku seperti hujan? Awalnya begitu deras lalu kemudian mereda? Haruskah? Tidak. Aku tetap jadi pembangkang. Tidak peduli dengan siapa dia saat ini. Hatiku tetaplah pembangkang. Jadi, tidak harus.
Hujan makin menjadi, diiringi lampu mati. Ditemain sebuah lilin, sebuah pelajaran baru. Begini patah hati yang lengkap. Hujan dan gelap. Yang tersisa hanya seberkas cahaya, dan nahasnya, suatu api bisa tersulut kapanpun dan membesar sesukanya.
20:37
Lampu sudah nyala.
Lanjut belajar dulu.
Kudus, 30 Oktober 2015

Post a Comment

Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.