0


Hujan, tidak selamanya basah. Seperti perasaan yang tidak sengaja hadir saat ini, hanya dapat dilihat dari dalam sebuah ruangan hangat penuh kasih bernama hati, hanya bisa dirasakan sendiri tanpa orang lain mampu memahami, alih-alih seperti air hujan yang mencoba menembus dinding-dinding jendela kaca diteras depan. Sekuat tenaga mencoba masuk, namun akhirnya pasrah untuk jatuh ke tanah bersama buliran air hujan lainnya yang bernasib sama. Alih-alih mengelak untuk memiliki perasaan lebih, selalu berkata tidak, selalu ragu dan tidak yakin, selalu berharap ini hanya sebatas reaksi refleks kecil yang manusiawi terjadi pada manusia, tapi pada akhirnya pasrah jatuh ke dalam dekap peluknya.

Hujan, tidak selamanya basah. Selalu kehabisan waktu dengan mendadak. Selama apapun hujan akan terasa singkat. Sesingkat-singkatnya sebuah hujan akan selalu diiringi dengan ribuan kenangan. Kenangan yang tidak pernah bosan untuk terus diulang. Lagi dan lagi. Entah kenapa aku selalu merasa waktu begitu cepat berlalu saat bersamanya. Lucu. Berjam-jam berlalu hanya bagaikan hentaman detik-detik tak berdaya disaat sendu. Memaksakan tawa pada candaan yang selalu diulang-ulang. Mengingat tajamnya petir pada setiap pandangan matanya. Tidak ingin hujan reda. Tidak ingin berpisah. Jadi, aku belum begitu paham mengenai waktu. Yang aku pahami adalah, aku ingin menghabiskan sisa waktu yang ada untuk menikmati satu denyutan, satu detakan, bersama hujan. Bersama dia. Dia yang seperti waktu. Waktu yang sulit untuk aku tebak dan pahami.

Hujan, tidak selamanya basah. Seperti saat keyboard komputer tua berdebu ini tidak sengaja bertumpah dengan segelas cokelat panas dikala jari-jemari sedang asyik menari dalam khayalan tentangnya yang sudah menembus anganku. Disaat hujan. Segala emosi pasti akan hadir seperti racikan bumbu. Sekarang aku tau satu hal baru lagi tentang kita. Kita seperti sebuah masakan. Masakan hangat yang dinikmati kala hujan. Penuh kepulan asap diatas mangkuk. Dengan sebuah racikan bumbu. Emosi. Yang aku mulai paham lagi sekarang adalah, masakan dengan terlalu banyak bumbu tidak akan terasa nikmat.

Hujan, tidak selamanya basah. Rindu seperti langit yang mendung. Tak ada batasan. Tak ada yang menduga. Tak ada yang bisa mencegah. Hanya pasrah tersiksa akan nikmatnya rindu. Menanti waktu sendu untuk bertemu. Seperti langit mendung berwarna abu-abu menyimpan sejuta makna tak menentu. Entah hujan atau tidak. Entah bertindak atau memilih terdiam. Lupa bagaimana caranya mengurangi rasa rindu. Lupa bagaimana hujan reda. Yang teringat hanyalah sendu dan bertemu. Yang teringat hanyalah sepercik air dari langit yang turun beramai-ramai namun malah menciptakan sepi dijalanan. Aku tidak tau rindu ini akan berakhir, dan aku juga tidak ingin rindu ini berakhir..

Yang aku ingin, bisa selalu bersama walau tidak dibawah hujan. Walau tidak kebasahan..

Karena hujan tidak selamanya basah..

Adm♥

Post a Comment

Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.