0
Siapa sih, yang gak pernah ngerasain patah hati? Baru-baru ini, gue sebagai anak muda biasa dan imut pernah ngerasain patah hati. Fyi, jujur aja ini bukan pertama kalinya gue patah hati sih, gue sering bahkan sering banget ngerasain hal semacam ini. Jadi patah hati adalah hal yang udah gak begitu asing lagi buat perasaan gue. Berkali-kali suka orang, berkali-kali berbalas, berkal-kali hilang tak berbekas. Mungkin banyak diantara kalian sedang merasakan pahitnya patah hati. Berkali-kali gue merasakan patah hati, dari yang dikecewain temen, dari yang paling biasa adalah putus dengan pacar, bahkan sampai patah hati gara-gara kucing gue lebih milih tidur bareng adek gue ketimbang sama gue.. Miris. Tapi dari seremonial penyebab gue patah hati, ada patah hati terdahsyat yang pernah gue alamin, dan itu merubah pandangan gue tentang cinta. Sampai sekarang.

Gue jadi takut mengambil keputusan terutama mengenai tindakan-tindakan dengan orang yang gue suka.

 
Putus terakhir setahun lalu dengan mantan pacar gue cukup meninggalkan goresan luka yang cukup dalam di hati gue. Gue putus dengan tidak baik-baik. Gue berpisah tanpa kata pisah. Mungkin emang bener kata orang, LDR itu gak bakal bisa bertahan lama. Jarak. Jarak. Jarak. Gue ulangin kata-kata itu sampai gak ada artinya. Perasaan gue dan mantan mulai memudar ketika jarak semakin terlihat jelas didepan hubungan kita. Pada akhirnya kami-pun menyerah, tanpa kata pisah. Semua hanya ditandai dengan dia yang membawa orang lain. Dan saat itu resmilah gue patah hati.

Terus gue ngapain?

Gue melakukan hal-hal orang yang patah hati lakukan.

Gue galau. Nangis. Dan parahnya, berat badan gue langsung naik 7kg. Karena saat masa patah hati itu kerjaan gue cuman makan dan tidur. Dan parahnya lagi, mantan gue udah jalan sama orang lain itu ternyata sejak gue dan mantan masih barengan. Gue tau dari status update si orang lain itu yang mengatakan hari jadi mereka udah 2 bulan. Sedih gue bertambah. Luka dihati gue belum sempet mengering malah ditambah luka lagi. Menganga. Perih. Harusnya gue udah kebal dengan patah hati seperti ini. Harusnya.. Tapi entah kenapa, gue langsung memiliki presepsi yang berbeda dengan cinta. Tiba-tiba aja gue muak dengan cinta. Harus berapa kali gue diselingkuhin supaya gue kebal ngerasain patah hati? Patah hati yang terakhir dengan mantan itu merubah cara pandang gue terhadap cinta. Gue jadi melakukan kegiatan-kegiatan yang memforsir pikiran gue supaya tidak terus-terusan terpuruk. Karena gue stres dengan badan gue yang dulunya kayak lidi sekarang malah kayak lidi yang agak gedean gue pun join lagi ke dance-club yang pernah gue ikutin saat SMP dulu. Tiap hari latihan dan beberapa kali ngisi event. Alhamdulillah gue balik kurus lagi.. Tapi bukan itu tujuan gue, gue hanya pengen lupa. Titik.

Dan pandangan gue terhadap cinta yang berubah berlaku sampai sekarang, di SMA gue lebih dari sekali ngerasain suka sama orang. Suka sama orang itu gampang. Mulai dari ngeliatin, kemudian naksir. Suka. Bukan cinta. Jujur aja, walaupun di SMA gue pernah deket sama beberapa orang, gue belum bisa tuh cinta sama mereka. Bukan. Gue gak berani. Bahkan untuk bisa cinta, gue bertindakpun belum berani. Terkadang gue harus bertingkah sok akrab dengan temen-temennya supaya setidaknya gue berlatih akrab dengan dia. Gue harus selalu bertingkah sok konyol atau bahkan mendadak kalem dan hanya satu yang gue pengen. Dia tersenyum ke gue. Karena kata orang, cara mudah membuat orang suka adalah dengan membuatnya tersenyum.. Tapi sayangnya, gue masih berdiri antara bayang-bayang siluet dari masa lalu. Gue takut. Tepatnya, trauma.

Gue takut buat menjalin hubungan lagi. Semua orang pasti akan merubah presepsinya mengenai cinta setelah mereka patah hati. Begitupun gue. Gue sekarang lebih menganggap cinta itu mainan aja. Gak bakal ada yang serius. Ada sih. Jarang. Buat apa pacaran kalo pada akhirnya putus? Pernyataan ini beda dengan Buat apa hidup kalo takut mati? Mati kembali ke Rahmatullah, kalo putus? Kembali ke siapa? Mantan? Untuk sekarang gue lebih fokus untuk sekolah gue.

Cinta itu buat gue seperti sebuah cerita yang sudah tau endingnya seperti apa. Tapi, gak ada yang tau cerita itu bakal diterusin atau enggak. Cukup tamat dengan kekalahan satu pihak, ataupun kemenangan yang diraih keduanya. Semua terserah pada penulisnya, bisa saja cerita itu berhenti ditengah jalan tanpa alasan yang jelas, bisa saja berlanjut tanpa batas dan bisa saja si penulis lelah dan muak dengan ceritanya sendiri.. Bisa saja..

Post a Comment

Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.