Dilan, boleh aku bicara padamu?

Dilan,
Aku tau, keputusanmu untuk tidak bersama lagi dengan Lia memang sudah yang terbaik. Jadi aku tak akan mengungkit hal itu. Kenangan bukan untuk diperdebatkan bukan?
Tapi Lan, boleh tidak aku bertanya kepadamu?

Dilan,
Akhirnya aku bertemu yang seperti kamu. Hanya saja dia bukan anak geng motor seperti kamu. Tapi dia juga suka ngebut kalau naik motor dan bikin jantungku mau lepas kalau sedang dibonceng.

Dilan,
Awalnya kupikir dia memang seperti kamu, dia suka bikin aku terkejut dan senyum-senyum sendiri walaupun awalnya aku agak nggak peduli dengan kehadirannya. Surayah memang sudah terlalu membuatku melayang tentang sosok kamu Lan. Tapi disaat seperti ini, mengapa aku tak bisa jadi Milea untuk Dilanku itu? Apa aku harus jadi Susi yang membuat dia masuk lemari ketika ku ajak nonton bioskop?

Aku jadi sedih, Dilan. Aku tau aku suka rindu dan cinta padanya, dan aku tau itu urusanku, dan apapun yang dia rasakan juga urusannya. Lalu, aku harus bagaimana?

Aku suka mau ke dia Lan. Walaupun aku sudah bikin nasi goreng, aku masih mau dia. Walaupun aku minum teh hijau setiap hari aku tetap mau dia. Bahkan saat aku habiskan satu toples biskuit kelapa diruang tamu, aku masih saja mau dia. Disini aku jadi bingung, dia manusia atau temulawak yang membuat nafsu makanku jadi tinggi?

Dilan, apa aku harus menyadari bahwa pada akhirnya dia tidak akan pernah bisa seperti kamu? Aku juga suka ucapkan dia selamat tidur dari jauh Lan, dan dia tidak pernah dengar, walau begitu dia selalu bilang dengar. Aku yakin dia bohong.

Dilan, lalu bagaimana kalau aku jadi tidak kuat menahan rindu ke dia Lan? Rasanya makin berat.

Dilan, lalu aku harus bagaimana? Aku sedih jika makan kue cokelat terus setiap hari karena suka lapar kalau keinget dia.

Aku rindu dia Dilan, kamu harus tau itu. Selalu.

• Tweet
• Share
• Share
• Share
• Share